Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea, Menurut catatan sejarah, kelenteng ini dibangun pada abad ke-19 oleh leluhur marga Thung, yaitu Thung Tiang Mie (1793 – 1856) atau Tubagus Abdullah bin Moestopa itu bisa terlihat dari fotonya yang masih dipajang di dinding kelenteng ini. Menurut perkembangan terakhir, kondisi kelenteng ini telah direnovasi pada 11 Juni 2005.
Nama Kelenteng Hok Tek Bio di Ciampea ini artinya adalah rumah ibadah yang memberi rejeki dan kebajikan, terutama bagi para pedagang dan petani. Kelenteng ini menjadi tempat sembahyang bagi penganut agama Konghucu, Tao, dan juga Buddha, sehingga disebut kelenteng Tri Dharma, sebuah istilah yang muncul sejak jaman orde baru.
Tuan rumah Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea adalah Hok Tek Tjeng Sien atau Dewa Kemakmuran, yang berada di sisi bagian tengah tembok ruangan. Kongco Hok Tek Ceng Sien dipercaya sebagai dewa pelindung bagi orang miskin, dan konon orang akan mudah terkabul doanya jika memohon rizki lewat perantaranaan Kongco Hok Teng Ceng Sien ini.
Bangunan Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea berada di bagian tengah, sedangkan di sebelah kiri adalah gedung Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MAKIN). Bagian altar utama berada di depan pintu masuk. Klenteng Hok Tek Bio Ciampea ini, yang artinya adalah rumah ibadah yang memberi rejeki dan kebajikan, memiliki tiga altar sembahyang.
Terdapat tiga altar yang menjadi persembahan bagi umat yang datang untuk sembahyang ke kelenteng ini. Pertama altar dewa Hok Tek Tjen Sien yang dipercayai oleh umat jika melakukan sembahyang kepada dewa Hok Tek Tjen Sien akan memberikan berbagai kemakmuran dan melindungi para umat dari kesukatan para umat biasanya datang untuk berdoa dan memohon kepada Dewa Hok Tek Tjen Sien meminta keberkahan dan kemakmuran.
Altar yang kedua adalah altar bagi umat Budha yang terdapat patung Budha dan Dewi Kwan Im atau Kwan She Im Phosat. Dan altar yang ketiga terdapat altar persembahan kepada Eyang Raden Suryakencana yang berada di bagian belakang Klenteng Hok Tek Bio Ciampea.
Eyang Raden Suryakancana adalah karuhun orang Sunda yang diyakini masyarakat Sunda bersemayam di Gunung Gede. Adanya altar sembahyang untuk Eyang Raden Suryakancana di Klenteng Hok Tek Bio Ciampea menunjukkan bahwa etnis Cina di jaman dulu sangat menghormati kepercayaan penduduk setempat.
Hok Tek Ceng Sien
Kwan Kong
Amitabha Buddha
Kwan She Im Phosat
Eyang Raden Suryakencana
Selain merupakan bangunan bersejarah, ternyata kelenteng tua yang bernama Hok Tek Bio Ciampea, Bogor, menyimpan aneka ragam senjata pusaka yang terus dijaga turun-temurun.
Menurut pengurus kelenteng, Tan Ta Yang, benda pusaka tersebut dipercaya memiliki kekuatan serta manfaat tersendiri bagi masyarakat Tionghoa di Ciampea, Bogor.
Share on