Wihara Dewi Kwan Im dibangun pada tahun 1747 dan konon Dewi Kwan Im pernah bersembahyang di atas batu di Kon Im, salah satu tempat sembahyang terbesar di wihara ini.
Keberadaan Wihara Dewi Kwan Im di Belitung memiliki akar sejarah yang panjang dan menarik. Dikutip dari “Potret Belitung: Negeri Laskar Pelangi” yang diterbitkan oleh Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Belitung, asal-usul wihara ini dapat ditelusuri hingga ke abad ke-13 ketika armada Mongol singgah di Pulau Belitung. Setelah memperbaiki kapal mereka, sejumlah tentara Mongol yang sakit memutuskan untuk menetap di pulau ini. Dari komunitas Tionghoa yang tumbuh dari para pendatang inilah, Wihara Dewi Kwan Im kemudian didirikan.
Di tempat tertinggi kawasan Wihara Dewi Kwan Im terdapat patung Dewi Kwan Im setinggi 12 meter. Dikutip laman resmi Pemerintah Kabupaten Belitung Timur, patung itu baru diresmikan pada 2017 lalu oleh Bupati Belitung Timur Yuslih Ihza. Tempat berdirinya patung tersebut menjadi salah satu spot foto favorit para wisatawan saat mengunjungi vihara Dewi Kwan Im.
Jumlah orang Tionghoa di Belitung meningkat seiring dimulainya penambangan timah pada tahun 1851, ketika imigran Tiongkok didatangkan sebagai pekerja tambang. Banyak dari mereka kemudian beralih profesi menjadi pedagang dan berbaur dengan masyarakat setempat, membentuk wajah keberagaman Belitung. Sebagian besar orang Tionghoa menganut Buddha, yang kini menjadi agama terbesar kedua di Belitung.
Berdasarkan cerita tutur masyarakat, pembangunan wihara ini berawal ketika seorang nelayan pulang dari melaut dan menemukan patung tersangkut di jaringnya.
Patung itu kemudian diletakkan di pantai, namun pada malam harinya, sang nelayan bermimpi agar patung tersebut disimpan di sebuah bukit. Seiring perkembangan agama Buddha di Belitung, masyarakat pun membangun sebuah wihara di bukit tersebut sebagai tempat beribadah.
Wihara ini selalu ramai dikunjungi oleh umat Buddha, baik dari dalam maupun luar negeri, terutama saat perayaan hari besar seperti Imlek dan Waisak. Selain sebagai tempat ibadah, keindahan alam sekitar, terutama panorama Pantai Burung Mandi yang terlihat dari wihara, menjadi daya tarik tersendiri. Tak jarang, pengunjung juga berkesempatan melihat kawanan monyet yang turun dari bukit.
Di wihara ini terdapat Kolam Tujuh Bidadari yang konon dihuni oleh tujuh bidadari, di mana pengunjung bisa melempar koin sambil mengucapkan permohonan, dengan harapan permohonan tersebut akan dikabulkan.
Selain itu, tersedia pula ruang khusus untuk meramal, di mana pengunjung cukup mengocok batang-batang bambu dalam gelas bertuliskan angka hingga satu batang bambu keluar. Setelah itu, pengunjung mengambil ciamsi, kertas berisi ramalan, sesuai angka pada batang bambu tersebut.
Share on